Salah satu versi Joker yang paling membekas di hati penonton modern adalah Arthur Fleck, yang diperankan oleh Joaquin Phoenix dalam film Joker (2019) arahan Todd Phillips. Berbeda dari versi-versi sebelumnya, Joker kali ini bukan musuh Batman, melainkan kisah asal usul manusia yang tak dianggap, yang berubah menjadi simbol kekacauan sosial.
Tidak ada letusan tawa gila tanpa sebab. Film ini berani mengajak penonton memahami—bukan membenarkan—bagaimana satu individu bisa berubah menjadi Joker: dari Arthur si pelawak gagal, menjadi ikon kerusuhan Gotham.
Siapa Arthur Fleck?
Arthur adalah pria miskin yang hidup bersama ibunya di apartemen sempit. Ia bekerja sebagai badut panggilan dan bercita-cita menjadi komedian. Namun hidupnya terus menerus dihancurkan oleh:
-
Gangguan mental yang tidak ditangani dengan layak
-
Penghinaan publik dan pelecehan sosial
-
Pemerintah yang memotong layanan kesehatan mental
-
Ketidakpedulian masyarakat
Arthur juga memiliki kondisi neurologis yang membuatnya tertawa secara tak terkendali saat mengalami tekanan emosional—membuatnya dipandang aneh dan dipermalukan.
Transformasi: Dari Arthur ke Joker
Segalanya mulai berubah saat Arthur:
-
Diberhentikan dari pekerjaannya setelah membawa pistol ke rumah sakit anak-anak.
-
Dipukuli dan dihina oleh orang-orang di jalan dan dalam transportasi umum.
-
Membunuh tiga pria Wall Street di kereta bawah tanah setelah diserang.
Pembunuhan ini tidak hanya menjadi titik balik dalam hidup Arthur, tapi juga memicu gelombang protes kelas bawah di Gotham, yang mulai mengenakan topeng badut sebagai simbol perlawanan.
Dalam prosesnya, Arthur kehilangan semua pegangannya: pekerjaannya, ibunya, bahkan kenyataan. Ia kemudian mengadopsi persona “Joker”, bukan hanya sebagai nama panggung, tapi identitas baru yang memberinya makna hidup.
Pertarungan Identitas dan Realitas
Arthur tidak serta-merta menjadi penjahat. Ia mengalami krisis identitas dan realitas. Salah satu twist besar adalah saat terungkap bahwa:
-
Hubungannya dengan Sophie (tetangganya) hanyalah delusi.
-
Ibunya yang ia anggap malaikat ternyata menutupi kekerasan masa kecil yang dialaminya.
-
Latar belakangnya kemungkinan besar dipalsukan oleh sistem rumah sakit.
Semua ini membuat Arthur berhenti mencoba “menyesuaikan diri” dan mulai merangkul kegilaannya.
Klimaks di Acara Murray Franklin
Dalam klimaks film, Arthur diundang ke acara talkshow Murray Franklin (diperankan Robert De Niro) setelah video stand-up gagal miliknya viral. Di depan kamera, Arthur:
-
Mengakui pembunuhan tiga pria Wall Street.
-
Mengkritik masyarakat yang menelantarkan orang seperti dirinya.
-
Membunuh Murray secara langsung dan live di televisi.
Aksi ini memicu kerusuhan besar-besaran di Gotham, di mana rakyat memberontak dan Arthur—alias Joker—diangkat sebagai simbol.
Karakteristik Joker Versi Ini
-
Tidak memiliki rencana besar: Ia tidak ingin menguasai Gotham, hanya ingin eksistensinya diakui.
-
Penuh penderitaan, bukan kegilaan murni: Kegilaannya tumbuh dari pengabaian dan trauma.
-
Bertindak sebagai cermin sosial: Joker ini adalah dampak dari sistem yang rusak, bukan pemicunya.
-
Estetika ikonik: Jas merah, cat wajah putih dengan senyum biru dan alis sedih, gerakan tariannya menggambarkan kebebasan dari norma.
Penghargaan dan Pengaruh
-
Joaquin Phoenix memenangkan Academy Award (Oscar) untuk Aktor Terbaik.
-
Film ini menuai pujian dan kontroversi karena mengangkat isu kesehatan mental, kekerasan, dan radikalisasi sosial.
-
Dikenal sebagai film dengan rating R terlaris sepanjang masa, dan sukses secara global.
Simbolisme Sosial dan Politik
Joker versi ini menjadi simbol dari:
-
Kelas yang terpinggirkan
-
Pengabaian kesehatan mental
-
Kritik terhadap kapitalisme dan elitisme
-
Pemberontakan yang lahir dari keputusasaan
Banyak penonton—terutama kaum muda dan kelas menengah bawah—melihat Joker sebagai figur revolusi, bukan sekadar penjahat.
Kutipan Ikonik
“I used to think that my life was a tragedy… but now I realize, it’s a comedy.”
“What do you get when you cross a mentally ill loner with a society that abandons him and treats him like trash? I’ll tell you what you get... you get what you f—ing deserve!”
Kesimpulan
Arthur Fleck adalah Joker yang lahir dari dunia nyata. Ia tidak punya rencana menghancurkan Batman, tidak punya markas supervillain, dan tidak menertawakan dunia dari menara gading—tapi dari lorong-lorong kota yang tak peduli padanya. Versi ini mengingatkan kita bahwa penjahat tidak selalu dilahirkan… kadang mereka diciptakan oleh lingkungan yang rusak dan tidak adil.
Joker 2019 adalah peringatan keras tentang apa yang terjadi ketika kemanusiaan diabaikan terlalu lama.